Monday 23 September 2019

Pilkada Dihadang Isu Pribumi dan Nonpribumi


                                                            Oleh : Amris Tanjung

KABUPATEN Mukomuko akan menghadapi tahun politik pemilihan bupati dan wakil bupati periode 2021-2026. Beberapa nama sudah muncul ke publik menyatakan kesiapannya untuk bertarung pada pemilihan kepala daerah kelak. Teorinya helatan politik ini adalah pesta demokrasi bagi seluruh masyarakat. Namun fakta yang kerap dihadapi, musim pemilihan pemimpin kerap disusupi propaganda yang rawan memecah-belah persaudaraan masyarakat.
Propaganda yang paling manjur didengungkan untuk memanaskan persaingan antar pendukung calon adalah istilah pribumi dan nonpribumi. Apalagi masyarakat Mukomuko terdiri dari berbagai suku, adat budaya dan golongan, isu ini mudah disulut. Belajar dari pengalaman, propaganda yang paling mudah digoreng dan rawan menimbulkan perpecahan adalah isu Jawa dan Pribumi.
Cara-cara memenangkan calon dengan propaganda sentimen yang negatif menggunakan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) tidak layak. Masyarakat harus menjadi pemilih yang cerdas dan bijaksana. Memilih pemimpin tidak melihat dari mana asalnya, tapi seperti apa kemampuan dan programnya. Jangan mudah dihasut apalagi menjadi pelaku pemecah belah. Undang-undang menjamin perlindungan terhadap semua orang, seperti ditegaskan dalam UUD 45 pasal 27 ayat 1 warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Juga dalam UU Nomor 40 tahun 2008 dijelaskan tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Dimuat sanksi pidana bagi pelanggar berupa ancaman hukuman badan satu tahun penjara atau denda Rp100 juta.
Harus diakui, istilah sebutan orang Jawa dan orang kampung senantiasi terdengar dan itu sulit dihilangkan. Tapi harus dipahami, tujuan penggunaan istilah tersebut oleh masyarakat, sebatas mempermudah komunikasi dan memberi penjelasan. Pada dasarnya antara warga transmigrasi dengan masyarakat kampung asli sudah tidak berjarak. Terlihat dalam setiap hajatan, pesta maupun musibah selalu kerjasama, begiutupun muda-mudinya, sudah lumrah perkawinan antara masyarakat transmigrasi dengan warga kampung asli.
Masyarakat transmigrasi dan kampung asli adalah sama-sama masyarakat Mukomuko yang hidup, tumbuh dan berkembang di ‘’Kapuang sati ratau batuah’’ ini. Beberapa warga transmigrasi yang ditemui menegaskan, mereka tidak ada kampung dan tempat selain di Kabupaten Mukomuko. Sebab kepindahan dalam program migrasi secara total, semua harta benda dan keluarga ikut serta. Dan perlu diketahui, sebagian masyarakat desa transmigrasi saat ini adalah generasi asli kelahiran Kabupaten Mukomuko. Fakta di desa-desa juga demikian, tidak ada pemisah masyarakat Jawa dan warga desa asli, bahkan sudah banyak masyarakat transmigrasi menikah dengan masyarakat kampung asli, kemudian menjadi kepala kaum dan pengurus adat. Jangan sampai Pilkada merusak hubungan antar masyarakat, stop propaganda yang dapat memecah belahkan. Biarkan keharmonisan terus mengembun memberi kesejutan. Perpecahan akan merusak semua sandi kehidupan. Kemenangan dalam Pilkada yang diraih dengan cara menghasut dan memecahbelah masyarakat akan berakibat fatal.(**)

No comments:

Kader PDIP Mukomuko Bawa Randang Untuk Megawati

METRO – Seperti diinformasikan, besok (5/2) Presiden Joko Widodo bersama, megawati, Ketua DPR RI Puan Maharani dan Kemensos akan datang k...